Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rahimahullah pernah ditanya oleh para pemuda Indonesia dengan pertanyaan sebagai berikut : Apakah hukum shalat di masjid yang di depannya terdapat pekuburan?
Maka beliau menjawab :
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya, dan segenap pengikut yang setia kepadanya. Saya bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
Amma ba’du. Shalat di masjid yang di depannya terdapat pekuburan yang berada di luar dinding masjid adalah sah, sebab larangan shalat itu tertuju bagi masjid yang di dalamnya terdapat kubur, sebagaimana yang terdapat di dalam riwayat Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam, beliau bersabda, “Bumi ini semuanya adalah masjid/tempat untuk shalat kecuali pekuburan dan kamar mandi.” Demikian pula terdapat di dalam Sahih Muslim dari hadits Jundub dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam, beliau bersabda, “Ingatlah sesungguhnya orang-orang sebelum kalian biasa menjadikan kubur nabi-nabi mereka dan orang-orang salih di antara mereka sebagai masjid/tempat ibadah. Ketahuilah, jangan kalian jadikan kubur-kubur sebagai masjid, sesungguhnya aku melarang kalian darinya.” Begitu pula hadits bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian shalat menghadap kubur dan janganlah duduk di atasnya.” Larangan ini berlaku jika shalat itu dilakukan menghadapnya [kubur] tanpa ada penghalang atau dinding. Adapun apabila terdapat dinding atau penghalang sehingga kubur itu terletak di luar masjid maka shalat itu insya Allah tetap sah.
Diterjemahkan dari :
Tuhfat al-Mujib ‘ala As’ilah al-Hadhir wa al-Gharib, pasal As’ilah Syabab Andunisiya. Pertanyaan no 65. islamspirit.com
Faedah :
Syaikh Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Alu Salman hafizhahullah memiliki pendapat yang agak berbeda dalam hal ini. Beliau mengatakan, “Pendapat yang benar ialah [tetap] terlarang melakukan shalat di masjid yang terletak di antara kubur sampai terdapat batas tambahan di luar batas/dinding masjid yang dapat memisahkannya dengan [daerah] kubur, dan sesungguhnya dinding masjid belum dianggap cukup sebagai pembatas antara orang yang shalat dengan kubur tersebut.” (al-Muhkam al-Matin fi Ikhtishar al-Qaul al-Mubin, hal. 38).
Beliau juga menegaskan, “Dimakruhkannya shalat di masjid yang dibangun di [tanah] pekuburan tetap berlaku bagaimana pun kondisinya, sama saja apakah kubur itu terdapat di depan masjid atau di belakangnya, di sebelah kanan atau kirinya. Maka shalat di sana hukumnya makruh (dibenci) bagaimana pun keadaannya. Akan tetapi kemakruhan ini semakin bertambah keras jika shalat itu dikerjakan menghadap ke arah kubur, sebab orang yang mengerjakan shalat tersebut dalam kondisi ini telah melakukan dua penyelisihan ; [1] shalat di masjid seperti ini (yang dibangun di tanah pekuburan, pent), [2] yang berikutnya [dia] shalat mengarah ke kubur; sementara perbuatan itu jelas dilarang secara mutlak baik dilakukan di dalam (bangunan) masjid maupun bukan di masjid, hal itu berdasarkan dalil tegas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang melarangnya, pent).” (al-Qaul al-Mubin fi Akhtha’ al-Mushallin, hal. 73).